EMANSIPASI WANITA

Minggu, 16 Oktober 2011


EMANSIPASI WANITA
(Ulfa Diana Rakhmawati - XG)

Emansipasi wanita di Indonesia dipelopori oleh R.A Kartini , seorang wanita dari keluarga bangsawan yang lahir pada tanggal 21 April 1879. Beliau berjuang dengan gagah berani untuk mengangkat harkat dan martabat kaum wanita pada jamannya, hingga akhirnya kita dapat merasakan hasilnya sampai saat ini. Dahulu, kedudukan sosial seorang wanita sangatlah rendah. Kaum wanita sama sekali tidak diperbolehkan bersekolah dan mengenyam pendidikan. Mereka hanya diperbolehkan untuk diam dirumah orang tuanya, saat berusia 12 tahun mereka harus dipingit, dipersiapkan untuk menikah, dan setelah mereka menikah, mereka hanya bisa diam dan melakukan berbagai kegiatan sebatas tembok rumah saja dengan berbagai aturan yang ditetapkan. Memang kondisi kaum wanita saat itu sangat terpuruk. Mereka diikat dan dibelenggu oleh adanya hukum adat yang sangat kental dan tegas. Hukum adat disana mengatakan tugas seorang wanita hanyalah di dapur dan melayani suami. Mereka tidak dapat memperoleh pendidikan hanya karena hukum adat yang mengatakan seperti itu. Hingga muncullah R.A Kartini yang memiliki sifat kepemimpinan yang kuat, semangat yang tinggi, pengetahuan yang luas yang merasa geram dengan hukum yang ada di sekitarnya. Beliau merasa sedih karena kaum wanita sepertinya tidak diperbolehkan mengenyam pedidikan yang tinggi seperti halnya kaum lelaki. Beliau sangat ingin merubah nasib kaum wanita saat itu.
Saat berusia 12 tahun, setelah tamat sekolah dasar “Europese Lagere School”, Kartini harus menjalani masa pingitan atau yang biasa disebut masa persiapan untuk menikah. Masa dimana beliau harus dilatih untuk mengerjakan pekerjaan rumah, agar kelak beliau dapat mengurus keluarganya dengan baik. Sejak saat itulah hidup beliau yang ceria berubah menjadi kesepian dan hampa. Beliau sudah tidak diperbolehkan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi padahal dalam benaknya, beliau sangat ingin bersekolah dan mendapat ilmu sebanyak-banyaknya. Hidupnya ibarat burung dalam sangkar emas. Hidup dalam rumah yang mewah dan indah dengan kehidupan terpuruk dan tersiksa. Keluarganya sangat memegang teguh adat lama, mereka sama sekali tidak menyetujui keinginan Kartini yang menghendaki adanya perubahan atas kaum wanita. Walaupun keluarganya tidak menyetujui akan hal itu, Kartini tetap berusaha untuk mewujudkan cita-cita luhurnya tersebut. Kartini berpikir, tidak ada gunanya jika beliau hanya menangis dan menyesali akan keadaannya. Hingga akhirnya, Kartini hanya bisa mencurahkan cita-cita perjuanganya dengan membaca apapun yang beliau dapatkan dari ayah dan kakaknya, serta menulis surat pada teman-temannya di Belanda. Beliau sangat rajin dalam menulis surat kepada temannya di Belanda. Isinya mengandung cita-cita luhur terutama untuk mengangkat derajat kaum wanita di Indonesia.  Dalam salah satu surat Kartini kepada Nn. Zeehandelaar (6 November 1899) beliau berkata :
“Engkau bertanya, apakah asal mulanya aku terkurung dalam empat tembok tebal ? sangkamu tentu aku tinggal di dalam terungku atau tempat serupa itu. tetapi bukan ! Stella, penjaraku adalah sebuah rumah besar, berhalaman sangat luas disekelilingnya. Tetapi disekitar halaman itu ada tembok yang amat tinggi. Tembok inilah yang menjadi penjara kami. Bagaimana luasnya rumah dan pekarangan kami itu, bila senantiasa harus tinggal di sana sesak juga rasanya.”
Dalam surat tersebut, Kartini menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yakni tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki tak dikenal dan harus bersedia dimadu. Bagi kartini lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa. Selebar dan seluas apapun dunia. Empat tembok rumah merekalah yang akan menjadi dunia mereka.
Berkat surat-surat Kartini inilah, tahun 1903 didirikan Sekolah Kartini Pertama di Semarang. Hingga pada akhirnya pada tanggal 17 September tahun 1904 R.A Kartini harus menghembuskan nafas terakhirnya. Tepat 4 hari setelah beliau melahirkan anak pertamanya dari pernikahannya dengan Bupati Rembang Adipati Djojodiningrat yang diberi nama Singgih / RM Soesalit.
Perjuangan R.A Kartini tidak serta merta didapatkan begitu saja, butuh proses dan perjalanan yang amat panjang dalam menapakinya. Maka gerakan emansipasi yang telah terbentuk ini telah berjasa besar dalam menghantarkan kaum wanita Indonesia menuju mimbar kehormatan dan gerbang kebebasan. Namun harus dipahami kebebasan disini bukan berati sesuatu yang harus dilebih lebihkan. Kebebasan disini maksudnya ialah kebebasan yang berkualitas, bukan kebebasan 100 % karena walau bagaimanapun, hukum alam telah berkata bahwa memang kaum perempuan tidak bisa disamakan dengan kaum laki-laki, itu semua tergantung kodrat nya masing-masing. Sehingga emansipasi wanita yang tepat adalah memperjuangkan agar wanita bisa memilih dan menentukan nasibnya sendiri tanpa menyalahi kodrat mereka, dan untuk tahap selanjutnya pembekalan agar wanita tersebut mampu untuk menentukan nasib dan membuat keputusan yang sering kita sebut dengan pemberdayaan wanita.
 Realita melintas di tengah-tengah kehidupan modern seperti ini, bahwa wanita tidak lagi dipandang sebelah mata, lebih dihargai dan dihormati. Dewasa ini, tidak dapat ditampik bahwa telah banyak kaum wanita menitih karir , pendidikan bahkan jabatan melebihi kaum pria, yang memang sudah menjadi tuntutan zaman. Namun ini tidak berarti bahwa, kaum wanita harus focus terhadap pekerjaannya dan melupakan kodratnya sebagai seorang wanita serta mengurus keluarganya.
Di Zaman modern seperti ini, tidak dapat ditampik bahwa beberapa kaum wanita telah salah mengartikan adanya emansipasi wanita di Indonesia. Beberapa di antara kaum wanita mengatakan dan berfikir bahwa mereka harus setara dengan kaum adam atau laki-laki dengan melupakan nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya yang diajarkan kepada mereka sejak dini di Indonesia. Seperti pergaulan bebas tanpa batas, berpergian tanpa mahram dan  bahkan ada yang berfikir bahwa menikah adalah sesuatu yang menghambat adanya emansipasi wanita. Bukan ini yang disebut emansipasi wanita. Jika emansipasi wanita dalam hal ini adalah sesuatu yang bebas 100 % tanpa adanya batasan gender wanita ataupun laki-laki maka ini akan menimbulkan berbagai dampak negatif dalam kehidupan seperti :
Timbulnya pengangguran bagi kaum pria, sebab lapangan pekerjaan telah dibanjiri oleh kebanyakan kaum wanita. Tidak heran karena survey membuktikan bahwa wanita adalah makhluk Tuhan yang paling banyak menempati dunia saat ini. Dan kebebasan yang disalah artikan dapat menyebabkan banyaknya kaum wanita yang bekerja dan kaum laki-laki yang menjadi pengangguran. Bukankah kaum wanita adalah tanggungan kaum laki-laki. Jika semua wanita menjadi tulang punggung keluarga bagaimana nasib dan  tanggung jawab seorang laki-laki. Apakah kejadian pada masa lalu akan berbalik pada masa kini dimana wanita menjadi pemimpin dan laki-laki harus berada di bawah dan timbul emansipasi pria ?. tidak mungkin kan?
Dampak lainnya adalah pecahnya keharmonisan rumah tangga, sebab kaum wanita lalai akan tugas utamanya dalam rumah seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, melayani suami dan anggota keluarga. Akibatnya rumah tanggapun berantakan dan tak terurus. Kemudian keadaan perkembangan anak menjadi kurang terkontrol, lantaran ayah dan ibu sibuk bekerja di luar rumah hingga sang anak di lantarkan dan diurus oleh pesuruh atau pembantu rumah tangga dan kemudian anak kehilangan rasa kasih sayang dari orangtuanya. Sehingga dari celah inilah tumbuh dengan subur suatu keadaan yang dinamakan kenakalan remaja. Selain itu dampak lainnya adalah percekcokan dan perseteruan antara suami-istri dikarenakan suami menuntut pelayanan dari sang istri dengan sebaik – baiknya. Si istri merasa capek dan lelah , lantaran seharian bekerja di luar rumah. Serta terjadinya perselingkuhan yang sering sekali kita jumpai di jaman yang seperti ini. Karena ditempat kerja tersebut, tidak ada lagi larangan bergaul antar lain jenis, dandanan yang menggoda lawan jenis dan lain-lainnya. Bukankah dalam ajaran agama berkata  “dan wanita adalah penanggung jawab di dalam rumah suaminya , ia akan diminta pertanggung jawaban atas tugasnya.”  Maka dari itu kita tidak boleh menyalah artikan Emansipasi wanita dengan mengartikannya sebagai suatu kesetaraan yang benar benar suatu kebebasan 100% tapi kita harus mengartikannya dalam suatu pandangan positif tanpa melupakan kedudukan seorang pria. Di dalam Al Qu’an menyebutkan bahwa “ Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karenanya Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita).” (Q.S An Nisa’ : 34)
Dan didalam ajaran agama lain pun juga mengatakan “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti Tuhan, karena suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat…” (Efesus 5:22-23) serta (Amsal 31) “Istri yang bijaksana akan mementingkan kebutuhan rumah tangga terlebih dahulu, lebih dari keinginan atau ambisi dirinya sendiri”
Dari ajaran-ajaran tersebut dan ajaran kebudayaan , sudah jelas bahwa emansipasi wanita itu dapat berjalan dengan baik, apabila kaum wanita tetap berpegang teguh atas ajaran agama dan ajaran kebudayaan Indonesia yang telah dianutnya. Kaum wanita tetap bisa bebas dalam menentukan nasibnya dalam bermasyarakat. Tetapi hendaknya mereka tetap mengingat kodratnya sebagai wanita.
Adapun kiat-kiat agar pikiran, tanggapan dan presepsi kita tetap sejalan dengan emansipasi wanita yang ada di Indonesia. Pertama, bedakan antara kebebasan dalam artian  100% dan kebebasan emansipasi wanita yang sewajarnya. Dalam hal ini kebebasan 100 % ialah kebebasan yang benar-benar bebas. Kebebasan ini sama sekali tidak membedakan antara wanita dan laki-laki serta kebebasan ini mencangkup hal yang sangat bebas, individu yang dikatakan ‘bebas 100 %’ itu dapat mengenyampingkan tanggungjawabnya sebagai seorang individu karena dia bersifat bebas 100 %, individu yang menganut ajaran bebas 100% adalah individu yang bebas bergerak tanpa ada aturan-aturan lain yang mengikatnya. Sedangkan bebas dalam artian emansipasi wanita yang sewajarnya adalah dimana seorang individu itu dapat bebas melakukan sesuatu, yakni dalam belajar, berpendidikan dan menentukan nasibnya dalam masyarakat tanpa mengesampingkan tanggung jawab dan tugasnya. Dimana tanggungjawab tetap di kedepankan dan ambisi serta kemauan sendiri lebih dikesampingkan.
Yang kedua adalah memperkenalkan batasan – batasan suatu kebebasan dan hak mutlak yang harus di miliki wanita. Sehingga cara ini mampu menfilter kaum mudi (wanita) dari kebebasan tanpa arti, sekaligus menyelamatkan kaum mudi (wanita) dari pengaruh kebebasan 100 % (kebablasan). Dan yang ketiga adalah menamkan suatu prinsip bahwa wanita tidak akan pernah sama dengan pria. Kesadaran wanita akan kodrat, akan mampu mengurangi resiko sebuah persaingan tanpa batas antara pria dan wanita dalam memenuhi peran dan menjalankan berbagai aktivitas. Dan memang, sudah menjadi hukum alam bahwa peranan kaum perempuan tidak bisa disamakan dengan kaum pria.
Maka jadilah seorang wanita yang bermanfaat bagi kehidupan diri kita sendiri dan kehidupan masyarakat. Yang bisa menyeimbangkan antara kewajiban dan hak sebagai seorang wanita. Seperti halnya R.A. Kartini yang dapat menjadi sosok teladan bagi kaum mudi (kaum wanita) pada khususnya dan wanita Indonesia pada umumnya, dalam memperjuangkan hak-hak wanita di dalam kehidupan ini tanpa mengesampingkan kewajiban dan tugasnya sebagai wanita. Sehingga mampu berperan lebih banyak dan lebih bermanfaat bagi kehidupan. Sangatlah tepat ungkapan Anis Matta, Dalam buku “Biarlah Kuncupnya Mekar Menjadi Bunga”. Dalam artian, berikan kesempatan yang sama bagi wanita untuk belajar mengembangkan pengetahuan dan kemampuan.

                                                                                               

WANITA DULU DAN SEKARANG


WANITA DULU DAN SEKARANG
Oleh
Riska Anggriani

Wanita, kata yang tak asing kita dengar dan juga yang biasa kita lihat keberadaannya di kehidupan sehari-hari. Baik di dalam kehidupan mengurus rumah tangga,di dunia bisnis bahkan hingga dunia pemerintahan.Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang beranggotakan wanita bahkan Indonesia pun pernah merasakan bagaimana pemerintahan seorang wanita. Tapi siapa sangka sebelum mencapai prestasi segemilang ini wanita harus dikucilkan dan dianggap sebagai kaum nomor dua.
Sejak dulu laki-laki adalah kaum yang diproritaskan daripada kaum wanita karena kaum laki-laki dianggap memiliki kemampuan berpikir yang lebih baik dan dianggap lebih layak melakukan pekerjaan yang membutuhkan pemikiran.Sedangkan perempuan hanya dianggap sebagai pelengkap kehidupan semata,perempuan hanya dianggap sebagai budak yang harus menurut kata suami dan diam di dapur tanpa didengar aspirasinya,pernyataannya maupun ide-idenya.
Sehingga menyebabkan mereka harus terkurung dan terkucilkan dari dunia luar dan menerima apa yang diperintahkan kepada mereka. Wanita juga harus rela menyia-nyiakan masa sekolah mereka untuk memenuhi kodrat mereka sebagai seorang wanita,yang diartikan oleh masyarakat dulu sebagai budak suami yaitu seorang wanita yang harus menuruti setiap perkataan suami tanpa kecuali.Mereka harus rela diam di dapur untuk membantu ibu mereka tanpa mengetahui bagaimana cara membaca dan menulis yang dipelajari oleh kaum laki-laki. Mereka tidak mengetahui bagaimanakah keadaan dunia luar yang akan menunggu mereka dan permasalahan-permasalahan yang mungkin saja dapat terpecahkan oleh ide-ide wanita yang cerdas dan dianggap sebelah mata oleh kaum lelaki ini.
Tapi beruntung bagi kita, karena Indonesia memiliki seorang wanita yang cerdas dan berpikiran lebih maju dalam menuntut persamaan derajat yang tidak pernah terpikir dan terlintas di benak kaumnya dialah R.A.Kartini. Seorang wanita yang dengan gigih memperjuangkan hak-hak kaumnya yang ingin disejajarkan dengan laki-laki baik dalam kemampuan berpikir maupun ide-ide yang dicetuskan.Yang menginginkan aspirasinya didengar dan dihargai layaknya aspirasi kaum lelaki yang selalu mendapatkan prioritas utama di dalam masyarakat,layaknya kaum lelaki yang diakui keberadaanya tapa dipandang sebelah mata dan selalu di hormati dan dihargai oleh semua orang.
Namun perjuangan yang dilalui oleh R.A. Kartini tidaklah mudah dia harus jatuh bangun untuk mengangkat derajat kaummnya dari keterpurukan dan hinaan,bahkan demi sekolah ia harus mengiba kepada kedua orang tuanya agar dapat diperbolehkan sekolah. Lantas belum selesai perjuangan Kartini saat duduk di bangku sekolah ia sering membagi ilmunya dengan wanita-wanita lain di kampungnya baik yang masih gadis maupun sudah dewasa. Ia selalu mengajarkan ilmu yang ia dapat kepada kaumnya agar mereka menjadi kaum wanita yang berpikiran maju,tidak hanya berpikiran monoton dan klasik seperti nenek moyang mereka.
Selain membagi ilmunya Kartini muda juga giat mempelajari bahasa Belanda,karena di zamannya untuk membuka gerbang di dunia luar maupun dunia Internasional ia harus menguasai bahasan Belanda karena bahasa Belanda adalah bahasa Internasional.Karena ketekunannya dalam mempelajari bahasa Kartini muda dapat menguasai bahasa tersebut dengan senjatanya yang bernama bahasa Kartini mulai dapat mebuka gerbang dunia luar. Mula-mula  melalui koran,Kartini muda selalu menyampatkan dirinya memperkaya pengetahuannya dengan membaca koran maupun majalah baik dari Indonesia maupun bahasa asing.
Berkat kegemarannya dalam membaca Kartini dapat menjalin komunikasi dengan wanita-wanita yang telah berpikiran cerdas dan memperoleh kesempatan unutuk menyampaikan aspirasi maupun pendapatnya tanpa harus dihina maupun dikucilkan. Kartini dapat menemukan alamat surat mereka dari koran dan majalah, Dengan bekalnya yaitu penguasaan bahasa Kartini dapat berhubungan dengan mereka untuk menceritakan nasib kaumnya yang terpuruk,menceritakan bagaimana sakitnya  hati kaum wanita yang dianggap sebagai kaum kedua dan betapa inginnya kaum wanita di negerinya ingin mengelurkan pendapat  dan aspirasi mereka yang selama ini mereka pendam dan mereka tahan demi menjalani kodrat mereka sebagai seotang wanita.

Kartini juga menceritakan bagaimana inginnya ia merubah nasib kaumnya,betapa inginnya ia mengangkat kaumnya dan betapa inginnya ia menunjukan kepada semua orang yang telah merendakan kaum wanita bahwa wanita memiliki potensi yang sama besar dengan potensi yang dimiliki oleh laki-laki,bahwa wanita dapat mengalahkan laki-laki,bahwa wanita dapat mengungguli laki-laki.Berkat pertemanan yang luas Kartini memperoleh wawasan yang luas mengenai nasib kaum wanita yang lebih dihargai di dunia Internasional yang menambah kebulatan dan menambah kekuatan tekad Kartini dalam memperjuangkan hak-hak kaumnya.Dengan keuletannya Kartini juga mulai menemukan cara-cara untuk memperjuangkan hak-haknya kaumnya tanpa menggunakan kekerasan.Hal ini dibuktikan dengan adanya usaha-usaha dan program-program nyata yang telah dilakukan Kartini,misalnya dengan membangun sekolah gratis bagi wanita yang terus ia lakukan hingga akhir hidupnya.
Sungguh tidak sia-sia pengorbanan Kartini karena di zaman sekarang wanita telah memiliki hak dan derajat yang setara dengan laki-laki. Wanita telah mendapat kepercayaan dan pengakuan untuk memegang peran-peran penting dalam kehidupan bernegara hal ini dibuktikan dengan adanya presiden,menteri dan duta perempuan yang mendunia serta dianggap berpengaruh besar dalam kelangsungan kehidupan bernegara.
Tak hanya dalam kemampuan berpikir kekuatan fisik pun wanita dapat disejajarkan dengan kaum pria.Terbukti dengan semakin banyaknya wanita yang berprofesi sebagai tukang bangunan,kuli panggul ataupun buruh yang mayoritasnya merupakan pekerjaan kaum lelaki.Selain itu di kalangan masyarakat wanita juga telah dihormati dan dihargai hak dan aspirasinya. Kaum wanita zaman sekarang haruslah bersyukur karena mereka mendapatkan persamaan hak dan derajat dengan cuma-cuma tanpa melalui proses yang rumit dan sulit yang telah dilalui oleh Kartini dan tokoh-tokoh wanita lain yang harus gigih dan penuh kesabaran dalam memperjuangkan hak mereka di masa itu.
Karena itu diharapkan wanita zaman sekarang harus mampu menggunakan hak-haknya untuk kegiatan yang positif dan memajukan negara.Misalnya menggunakan aspirasinya untuk mendukung pembangunan gedung-gedung sekolah yang rusak dan tertinggal juga untuk mendukung program-progam yang bersifat membangun negara.Selain itu wanita zaman sekarang diharapkan berpikiran cerdas dan maju agar dapat memberikan sumbangsihnya dalam ketatanegaraan baik dalam ide atau pendapatnya.
Selain itu wanita zaman sekarang diharapkan dapat memanfaatkan adanya persamaan hak ini dengan sebaik-baiknya, karena persamaan hak memiliki fungsi yang sangat besar tehadap kemajuan  wanita –wanita zaman sekarang . Karena dengan persamaan hak, wanita tak perlu lagi mengiba-iba untuk memperoleh pendidikan. Wanita juga tidak perlu takut lagi dalam mengeluarkan ide atau aspirasinya atas sebuah permasalahan,wanita juga tidak dianggap sebelah mata oleh kaum lelaki dan dunia internasional.
Yang membedakan wanita zaman dahulu dan wanita zaman sekarang adalah sifat kepercayaan diri, karena wanita masa kini cenderung percaya diri dan dinamis,bahkan mereka memiliki moto yaitu mengalahkan laki-laki Mereka juga memiliki pemikiran-pemikiran yang hebat yang bahkan tidak disadari oleh kaum laki-laki. Wanita zaman sekarang juga tidak mengenal menyerah dan memiliki pemikiran-pemikiran yang lebih kreatif daripada laki-laki. Hal ini dibuktikan degan banyaknya DPR yang beranggotakan wanita dan beberapa presiden wanita yang telah memerintah di beberapa negara di dunia.Oleh karena itu wanita diharapkan mempergunakan haknya dengan baik. 
Namun tak semuanya wanita zaman sekarang memikirkan hal itu,mereka bahkan tak berpikir bahwa demi mendapatkan persamaan hak yang wanita miliki sekarang ini para generasi wanita di zaman dahulu harus berjuang keras dengan menguras tenaga,waktu maupun pikiran sehingga muncullah wanita-wanita zaman sekarang yang tidak mencermikan kecerdasan dan budi yang baik..Wanita zaman sekarang juga cenderung menyalahgunakan hak-hak mereka unutuk hal-hal yang tidak patut dan layak dilakukan ini terbuki dengan adanya fakta suami-suami takut istri.
 Peristiwa ini merupakan penyimpangan dalam pelaksanaan hak-hak wanita. Karena yang dimaksud persamaan hak antara wanita dan kaum laki-laki bukan untuk saling berebut untuk menjadi pemimpin dan menunjukkan siapa yang paling berkuasa melainkan untuk mencari solusi yang tepat dan yang terbaik untuk mengatsi hal-hal yang dihadapi dan juga untuk  menciptakan kerukunan dan sikap saling menghargai antara wanita dan laki-laki tanpa perlu membedakan jenis kelamin dan fisik.
Walaupun di zaman modern telah terdapat itu dengan persamaan hak-hak wanita dan lelaki namun perlakuan masyarakat terhadap wanita terkadang salah.. Buktinya masih terdapat masyarakat yang memperlakukan  wanita dengan cara kuno. Misalnya, masih saja terdapat orang tua yang melarang anak perempuannya untuk bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi karena mereka menganggap bahwa kodrat wanita memang untuk melayani suami dan bekerja di dapur, mereka tidak menyadari bahwa setiap wanita memiliki potensi yang besar untuk memajukan negara. Mereka juga tidak memahami bahwa Tuhan menciptakan manusia bukan hanya untuk memasak,mencuci,melahirkan,meladen suami ataupun bekerja di dapur melainkan untuk saking bahu-membahu dengan kaum laki-laki untuk mewujudkan hal yang lebih baik.
Selain itu wanita juga dapat membantu meringankan beban pekerjaan laki-laki karena dengan adanya wanita, laki-laki tidak lagi harus mengurus dirinya sendiri dengan susah payah karena telah ada wanita yang akan merawatnya.Wanita juga cukup berperan dalam pembangunan negara karena dari rahim seorang wanita lahirlah generasi-generasi muda penerus bangsa yang diharapkan dapat memajukan bangsa dan negara dan dari perlakuan seorang wanita jugalah tumbuhlah pemuda-pemudi yang kaya akan wawasan dan memiliki budi luhur yang akan membangun bangsa.
Karena itu janganlah meremehkan seorang wanita karena bila tidak ada wanita maka tidak akan lahir generasi bangsa,karena bila tidak ada wanita maka tidak ada manusia-manusia yang akan tumbuh menggabtikan manusia yang suda mati karena tidak ada wanita maka kaum lelaki akan segsara mengurus hidupnya sendiri dan bila tidak ada wanita tidak akan ada kemajuan bangsa.
Namun sebagai wanita kita janganlah kita sombong sehingga menyalahi kodrat yang telah di gariskan,dengabn beranggapan bahwa wanita lebih hebat daripada laki-laki itu adalah pikiran yang salah karena laki-laki dan wanita memiliki hak yang dan derajat yang sama. Jadi tidak ada yang di atas dan tidak ada yang dibawah sehingga tidak pantaslah wanita bersikap sombong dan angkuh terhadap laki-laki begitu juga sikap laki-laki terhadap perempuan.
Maka keadaan yang baik hendaklah saling membantu antara kaum laki-laki dan kaum wanita karena dengan sikap saling membantu dapat mempererat tali persaudaraan dan kerukunan sehingga terbentuklah negara yang aman,tentram dan rukun. Karena persamaan hak itu ada bukan untuk menciptakan jurang pemisah ataupun untuk menciptakan persaingan,melainkan untuk mewujudkan kehidupan yang saling hormat-menghormati juga saling menghargai.










GELIAT EMANSIPASI DALAM PERKEMBANGAN ZAMAN


GELIAT EMANSIPASI DALAM PERKEMBANGAN ZAMAN
Oleh: Halida An Nabila (XG)

            Aku ingin dan aku harus berperang untuk kemerdekaanku. Bagaimana aku bisa meraih kemenangan jika aku tidak berjuang? Bagaimana aku akan menemukannya jika aku tidak berusaha mencari? Tanpa perjuangan tidak akan ada kemenangan; aku harus berjuang Stella, aku hendak menggapai kemerdekaanku.
            Demikian surat yang ditulis Kartini kepada Stella Zehandelaar menuturkan cita – cita mulianya. Untuk merdeka dari ketertinggalan. Bebas dari budaya feodal yang telah memerangkap kaum wanita dalam waktu yang lama. Serta menghapus ketimpangan gender yang bercokol di masyarakat. Sama halnya dengan pahlawan pembangkit emansipasi lainnya, Kartini ingin membuktikan bahwa kaum hawa bukanlah kaum wingking (belakang) yang hanya bisa pasrah saat hak – haknya terpasung. Hal ini tercerminkan pada target perjuangannya. Salah satunya yaitu zelfwerkzaamheid yang berarti kemandirian dan motivasi diri. Kartini ingin wanita dianggap sebagai individu yang mampu membangun kepercayaan diri untuk bangkit dan memperjuangkan hak – haknya yang belum terbayar. Dia ingin wanita dianggap sebagai makhluk yang bisa berdiri tegak atas kemampuan sendiri. Keinginan semacam ini tak hanya tumbuh dalam benak Kartini. Tokoh emansipasi wanita sebelum Kartini pun telah banyak bermunculan. Sebut saja Sri Sultanah Safiatuddin Tajul Alam, Ratu Kerajaan Aceh Darussalam. Jika Kartini berjuang melalui pemikiran – pemikirannya yang menggugah serta menjadi pengajar di kediamannya, Sri Sultanah Safiatuddin Tajul Alam berjihad di hutan belantara untuk memerangi kaum kafirin. Keduanya sama – sama pejuang yang gigih. Hanya saja Sri Sultanah mengimplementasikan spirit emansipasinya dalam peperangan dan tantangan dalam memimpin sebuah kerajaan. Kita juga mengenal Cut Meutia yang telah memimpin perang gerilya di belukar hutan Pase selama 20 tahun. Selain itu, dari seluruh daerah di tanah air, hanya pakaian tradisional perempuan asal Aceh yang berupa celana. Ini dikarenakan partispasi mereka yang tinggi di medan perang. Mereka membawa perbekalan dan berjaga di garis belakang untuk mengobati yang luka. Tak jarang pula mereka harus menggenggam senjata sebagai prajurit perang. Kira – kira, gambaran semacam itulah yang diberikan sejarah mengenai pergulatan panjang untuk menegakkan emansipasi. Dengan semangat yang tinggi, para tokoh emansipasi berhasil membuktikan bahwa pria dan wanita adalah makhluk yang sederajat. Mereka menunjukkan bahwa wanita juga dapat berkontribusi layaknya pria. Dan pada akhirnya dapat membuat kesenjangan gender berkurang. Pada separuh akhir abad ke-20 dapat disaksikan adanya peningkatan dalam status perempuan dan kesetaraan gender di sebagian besar negara berkembang. Secara umum, tingkat pendidikan perempuan meningkat secara pesat. Rata-rata jumlah anak perempuan yang mendaftar ke sekolah dasar di Asia Tenggara, Sub-Sahara Afrika, Timur Tengah dan Afrika Utara meningkat kurang lebih dua kali lipat. Hal ini, secara signifikan, mengurangi kesenjangan gender dalam dunia pendidikan. Harapan hidup perempuan meningkat 15 sampai 20 tahun di negara berkembang. Sementara itu, melalui peningkatan anggaran yang lebih besar bagi anak - anak maupun perempuan dewasa, serta akses yang lebih baik dalam perawatan kesehatan, maka pola harapan hidup bagi perempuan dan laki-laki telah meningkat di semua kawasan negara berkembang. Untuk pertama kalinya, dalam periode 1990-an, perempuan di Asia Selatan rata-rata hidup lebih lama daripada laki-laki. Selain itu, terdapat lebih banyak perempuan yang masuk dalam angkatan kerja daripada sebelumnya. Sejak 1970, partisipasi perempuan dalam angkatan kerja telah meningkat ratarata 15 persen di Asia Timur dan Amerika Latin. Pertumbuhan angkatan kerja ini lebih besar daripada yang terjadi pada laki-laki, sehingga memperkecil kesenjangan gender dalam pekerjaan.
            Ironisnya, walaupun terdapat kemajuan, diskriminasi berdasarkan gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan di seluruh dunia. Sifat dan tingkat diskriminasi sangat bervariasi di berbagai negara atau wilayah. Tidak ada satu wilayah pun di negara dunia ketiga (termasuk Indonesia) di mana perempuan telah menikmati kesetaraan dalam hak-hak hukum, sosial dan ekonomi. Kesenjangan gender dalam kesempatan dan kendali atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan partisipasi politik masih terjadi di mana-mana. Di sejumlah negara, perempuan dibatasi haknya atas kepemilikan tanah, mengelola properti, berbisnis, bahkan melakukan perjalanan tanpa persetujuan suami. Di banyak kawasan Sub-Sahara Afrika, sebagian besar perempuan memperoleh hak atas tanah melalui suami mereka atas dasar perkawinan, dan seringkali hak-hak ini hilang saat terjadi perceraian atau kematian sang suami. Ketidaksetaraan gender ini terjadi karena berbagai faktor. Misalnya, perempuan masih memiliki keterbatasan akses atas beragam sumber daya produktif, termasuk pendidikan, tanah, informasi, dan keuangan. Di Asia Selatan, rata-rata jumlah jam yang digunakan perempuan bersekolah hanya separuh dari yang digunakan laki-laki, dan jumlah anak perempuan yang mendaftar ke sekolah menengah hanya dua pertiga dari jumlah anak laki - laki. Banyak perempuan tidak memiliki tanah, dan meski mereka memilikinya, status kepemilikannya lebih lemah daripada laki-laki. Di banyak negara berkembang, wirausaha yang dikelola oleh perempuan cenderung kekurangan modal, kurang memiliki akses terhadap mesin, pupuk, informasi tambahan, dan kredit dibandingkan wirausaha yang dikelola laki-laki. Di negara-negara berkembang, perempuan seringkali dibatasi jenis pekerjaannya dan biasanya tidak ditempatkan pada posisi-posisi manajemen di sektor formal. Di negara-negara industri, perempuan di sektor kerja upahan berpenghasilan rata-rata 77 persen dari penghasilan laki-laki di sektor yang sama; sementara itu di negara-negara berkembang rata-rata berkisar 73 persen. Dan di bidang aspirasi, perempuan tetap kurang terwakili baik dalam dewan perwakilan lokal maupun nasional. Jumlah wakil perempuan di dewan perwakilan atau parlemen rata-rata kurang dari 10 persen atas jumlah kursi dewan yang ada (kecuali di Asia Selatan di mana rata-ratanya 18-19 persen). Tidak ada satu pun negara berkembang di mana perempuan menempati lebih dari 8 persen dalam posisi-posisi kementerian. Bahkan, sejak tahun 1970-an di banyak negara tidak terjadi kemajuan yang berarti. Di Eropa Timur, jumlah wakil perempuan di parlemen menurun dari 25 menjadi 7 persen sejak awal transisi politik dan ekonomi. Kasus – kasus tersebut mengindikasikan bahwa sebenarnya, masalah emansipasi begitu kompleks dan belum sepenuhnya terselesaikan oleh perjuangan tokoh emansipasi di masa lampau.
Padahal, rasio seks pada tahun 2011 menunjukkan bahwa sebesar 49,75% penduduk dunia adalah perempuan. Dan ini berarti, wanita memiliki sumbangsih yang besar terhadap perkembangan zaman. Wanita dapat membawa dampak terhadap pembangunan karena saat ini, posisinya bukan lagi sebagai objek pembangunan, melainkan sebagai subjek. Karena itu, semakin timpang keseimbangan gender, maka dampak buruk yang terjadi akan semakin besar. Hal yang paling merugikan dari ketidaksetaraan gender adalah menurunnya kualitas kehidupan. Sulit untuk mengidentifikasi dan mengukur seluruh kerugian ini, namun banyak bukti dari banyak negara di dunia yang menunjukkan bahwa masyarakat dengan ketidaksetaraan gender mengalami banyak persoalan kemiskinan, kekurangan gizi, berbagai penyakit, dan banyak kerugian lainnya. Tingkat buta huruf dan keterbatasan jenjang pendidikan ibu secara langsung merugikan anak-anak. Jenjang pendidikan yang rendah berakibat pada kualitas perawatan anak yang buruk dan juga angka kematian bayi dan kurang gizi yang lebih tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu, semakin besar kemungkinannya menyesuaikan diri dengan standar kesehatan, misalnya memberikan imunisasi kepada anaknya. Sebagaimana halnya jenjang pendidikan ibu, pendapatan rumah tangga yang lebih tinggi juga erat terkait dengan angka kelangsungan hidup anak dan gizi yang lebih baik. Penghasilan tambahan oleh perempuan dalam rumah tangga cenderung berpengaruh lebih besar dibandingkan penghasilan tambahan oleh laki-laki, seperti yang diperlihatkan hasil penelitian di Bangladesh, Brazil, dan Pantai Gading. Investasi yang rendah untuk pendidikan perempuan juga menurunkan tingkat pendapatan suatu negara. Sebuah penelitian memperkirakan jika negara-negara di Asia Selatan, Sub-Sahara Afrika, Timur Tengah, dan Afrika Utara telah mulai mengatasi kesenjangan gender dalam bidang pendidikan seperti yang telah dilakukan di Asia Timur tahun 1960 dan menurunkan kesenjangan sampai ke tingkat yang telah dicapai Asia Timur dari tahun 1960 hingga 1992, maka pendapatan per kapita mereka seharusnya dapat tumbuh lebih cepat 0,5 sampai dengan 0,9 persen setiap tahun. Jika ditinjau dari sisi lain, perempuan yang berbisnis memiliki kemungkinan lebih kecil untuk membayar suap kepada pejabat pemerintah. Hal itu mungkin karena perempuan memiliki standar tingkah laku etika atau lebih banyak menghindari risiko yang lebih tinggi. Sebuah penelitian terhadap 350 perusahaan di republik Georgia menyimpulkan bahwa perusahaan yang dimiliki dan dikelola laki-laki 10 persen lebih besar kemungkinannya terlibat dalam praktek suap terhadap pejabat pemerintah daripada yang dimiliki atau dikelola perempuan. Hasil penelitan ini tetap berlaku tanpa terpengaruh oleh karakteristik perusahaaan, seperti misalnya pada sektor apa perusahaan beroperasi dan besar-kecilnya perusahaan, maupun oleh karakteristik pemilik atau manajer, misalnya tingkat pendidikan. Tanpa mengendalikan faktor-faktor ini, perusahaan yang dikelola laki-laki dua kali lebih besar kemungkinannya melakukan penyuapan. Dari berbagai penelitian yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya wanita memiliki potensi yang besar dalam pembangunan. Terdapat beberapa ruang kosong dalam pembangunan yang bisa diisi oleh partisipasi dari kaum wanita. Ada begitu banyak dampak mengerikan yang ditimbulkan bila emansipasi tidak diperjuangkan, dan sebaliknya, banyak sekali kebaikan yang dapat dihasilkan dari kesetaraan gender. Bayangkan, apabila kaum wanita terus – menerus terkungkung dalam kesenjangan gender dan tidak bersegera bangkit untuk memeranginya, pembangunan dan perkembangan zaman akan terhambat.
            Karena itulah, saat ini diperlukan usaha untuk melanjutkan perjuangan emansipasi. Emansipasi bukanlah sekedar sesuatu yang dapat diperjuangkan dalam waktu singkat. Emansipasi merupakan perhelatan tak kenal lelah yang membutuhkan kontinuitas, sehingga tidak akan pudar seiring perkembangan zaman. Sayangnya, kesenjangan sosial justru diperparah dengan minimnya animo dan partisipasi perempuan untuk terlibat aktif dalam memperjuangkan haknya sendiri. Sudah saatnya kita sadar bahwa kedudukan manusia adalah sama. Setiap manusia memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan, kebebasan berpendapat, kebebasan dari rasa takut, dan perlindungan dari negara. Setiap manusia, tidak peduli jenis kelaminnya, adalah makhluk yang seharusnya bisa saling melengkapi. Arti sesungguhnya dari emansipasi, bukanlah melulu kemerdekaan wanita untuk sejajar dengan pria yang dianut kelompok feminisme. Makna sesungguhnya adalah saat seluruh manusia menyadari bahwa laki – laki dan perempuan memiliki kontribusi yang sama dalam kehidupan. Serta keunggulan dan kelemahan dan masing – masing. Dan karena itu, manusia harus saling melengkapi, saling merangkul dan bahu – membahu untuk meneruskan pembangunan sebagai upaya meningkatkan perkembangan zaman. Karena tanpa kesetimbangan gender, akan terjadi ketimpangan yang merugikan kehidupan umat manusia. Maka, tugas manusia saat ini adalah melanggengkan emansipasi wanita demi majunya perkembangan zaman.










Daftar Pustaka
Tim Pelapor World Bank Publications. 2000. Pembangunan Berperspektif Gender. Herndon : World Bank Publications
Harian Sore Surabaya Post. 24 April, 2011. Wanita – Wanita dalam Geliat Emansipasi, hlm. 20.  
http://id.wikipedia.org/wiki/Kartini
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Aceh
http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_sex_ratio